Hukum Mengadopsi Anak
Selama ini banyak orang yang tidak mengetahui hukum mengadopsi anak. Banyak pasangan yang menginginkan anak karena anak merupakan salah satu alasan mengapa setiap orang memutuskan untuk menikah, karena kehadiran anak melengkapi keluarga dan anak nantinya untuk melanjutkan garis keturunan orang tuanya.
Namun demikian, sebuah realitas sosial bahwa terdapat pasangan suami istri yang dalam rumah tangganya belum atau sama sekali tidak dikaruniai anak karena beberapa faktor, baik fisik maupun mental.
Untuk itu, dalam hukum dikenal lembaga pengangkatan anak (adopsi) sebagai jalan keluar bagi setiap pasangan suami istri yang belum atau tidak dikaruniai anak.
Dalam sistem hukum Indonesia, pengangkatan anak diatur secara multidimensi. Hal ini didasari oleh kondisi sosial masyarakat Indonesia yang sangat pluralistik.
Pengangkatan anak diatur oleh Hukum Islam yang terdiri dari Hukum Islam (KHI), yaitu Pasal 171 huruf H, Hukum Adat dan Hukum Perdata lembaran resmi tahun 1917 nomor 129.
Namun, ketentuan umum mengenai pengangkatan anak dapat ditemukan dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Republik Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya. Ketentuan ini sebenarnya secara hukum mengakui pengangkatan anak.
Pasal 1 ayat 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak menyatakan bahwa:”Pengangkatan anak adalah perbuatan hukum membawa anak dari lingkungan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas pengasuhan, pengasuhan, dan pengasuhan anak. dari pemahaman ini adopsi adalah perbuatan hukum.
Ini berarti adopsi adalah tindakan yang diatur secara hukum. Karena pengangkatan anak merupakan suatu perbuatan hukum, maka terdapat beberapa akibat hukum berupa hak dan kewajiban antara anak angkat dan orang tua angkat. Akibat hukum dapat berupa hak asuh (perwalian, perwalian, pewarisan, dan hak-hak keperdataan lainnya).