Kampus Terbaik di Medan Sumatera Utara
WR III Assoc Prof. Dr. Rudianto, MSi bersama PIC Kampus Mengajar Angkatan ke-2 Dr. Dewi Kesuma, S.S., M.Hum, memberikan kesempatan kepada mahasiswa berbagai cerita dan kendala selama melaksanakan program Kampus Mengajar Angkatan ke-2, Kamis (4/11) secara virtual berpusat di Pascasarjana UMSU, Jl. Denai-Kota Medan.
Kampus Terbaik di Medan Sumatera Utara
Cerita inspiratif dan aspirasi pertama disampaikan oleh Fadlin Fajri Tanjung mahasiswa Fakultas Agama Islam stambuk 2017. Ia merasakan bahwa program Kampus Mengajar angkatan ke-2 memberikannya banyak pembelajaran. Tidak hanya memahami cara mengajar namun juga memanajeman muridnya.
“Di kampus mengajar ini pak, saya mewakili teman-teman jadi belajar memanajeman emosi, cara mengajar dan banyak lagi pak. Kadangkala, ada siswa yang mudah diatur ada juga yang sulit. Sejauh ini kendalanya ya itu pak di akomodasi,” ujarnya.
Cerita lainnya, datang dari Tasya Kamila mahasiswa Kampus Mengajar yang ditempatkan di salah satu sekolah Kampung Nelayan. Ia menyampaikan bahwa, terdapat siswa yang masih kurang dalam berliterasi dan semangat belajar.
“Terkadang, kalau air lagi pasang, sekolahnya jadi pulang cepat pak. Padahal bukan jadwalnya pulang. Begitulah pak, kami yang mengajar di sekitaran Kampung Nelayan,” jelas Tasya melalui zoom meeting.
Kisah selanjutnya dari Lisa Anggraini mahasiswa FKIP semester 5 yang mengajar di salah satu SD Negeri Aceh Tenggara,
“Papan tulisnya di sini masih menggunakan kapur pak. Siswanya sekitar 112 siswa. Cuman, di sana listrik kurang memadai dan guru-gurunya kurang paham teknologi. Jadi, kami mau mengajarkan sistem penggunaan teknologi seperti proyektor terkendala arus listrik,” keluhnya.
Uniknya, Maisyaroh Raudhah mahasiswa Pndidikan Bahasa Inggris semester 5, menceritakan pengalamanya. Ia berbagi kisah tentang toleransi, sebab ia ditempatkan di salah satu SD Swasta yang berdampingan dengan Greja.
“Awalnya sempat ragu mau mengambil program ini pak. Tapi saya suka hal baru, saya belajar banyak dari program ini. Saya yang muslim, mengajar siswa yang non muslim bahkan sampai membuat pojok baca. Alhamdulillahnya, di sini toleransinya tinggi,” paparnya.
Kampus Terbaik di Medan Sumatera Utara
Begitu pula dengan Nadhira Fahira,
semenjak ke datangannya di sekolah yang menjadi tempat mengajar. Siswa-siswi di sana telah pandai perkalian, meski terkadang ia hanya dibayar dengan buah salak atau uang Rp. 2000 karena mayoritas keluarga tersebut berladang.
Mendengar cerita inspiratif dan aspirasi dari mahasiswa kampus mengajar angkatan ke-2. WR III Assoc Prof. Rudianto MSi mengusulkan agar semua kisah-kisah tersebut dapat dijadikan buku, menjadi memoar yang bermanfaat dan dikenang. (Pny)