Masalah dugaan penyalahgunaan prizinan dan kontrak karya dalam pengelolaan sumber daya alam oleh Freeport Indonesia bisa jadi momentum bagi Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menunjukkan kinerjanya.
“KPK harus menangani dugaan penyalahgunaan izin, kontrak karya dan perusakan lingkungan oleh Freeport Indonesia,” kata Ketua Pusat Kajian dan Studi Konstitusi (PKSK) Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) , Dr Abdul Hakim Siagian , SH, M Hum di Medan, Selasa (22/12) dalam acara Refleksi Akhir Tahun dengan Thema ” Kajian Konstitusi Terhadap Kontrak Karya dan Perizinan (Studi Pendekatan Kasus Freeport Indonesia, CO).
Menurut Hakim Siagian, KPK layak untuk menangani masalah Freeport karena dugaan penyalahgunaan izin , kontrak karya dan perusakan lingkungan menyangkut tentang kewajiban membayar pajak, pelaksanaan program CSR dan penanganan masalah lingkungan.
Hakim mengutip testimoni seorang mantan anggota TNI, Muhammad Saleh, yang juga narasumber dalam refleksi akhir tahun, mengaku, pernah bertugas di Freeport sebagai pengaman. “Berdasarkan testimoni, kuat dugaan bahwa informasi tentang kandungan emas yang dilaporkan pihak Freeport berbeda dengan kenyataan,” katanya.
Mengacu pada UU No 4 Tahun 2009 Pasal 159 menyebutkan bahwa pemegang izin usaha pertambangan yang menyampaikan laporan dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.
Lebih lanjut, kasus freeport menjadi pelajaran, sekaligus menjadi tugas pemerintah untuk segera dituntaskan. Presiden Jokowi diharapkan benar-benar mewujudkan nawacita, sesuai janji kampanyenya.
“Kasus Freeport momentum bagi pemerintahan saat ini agar segera dituntaskan, karena jika ada pembiaran akan menimbulkan kesan pemerintah yang sekarang ikut terlibat,” kata Hakim Siagian.
Sebelumnya Muhammad Saleh, mantan anggota TNI yang pernah bertugas di Freeport dalam testimoninya mengatakan, keuntungan Freeport berbanding terbalik dengan kemiskinan di Papua yang tidak bisa menikmati hasil alamnya.Negara sangat dirugikan dengan pembagian keuntungan yang ada.
“Indonesia hanya mendapat 1 persen royalti yang kemudian meningkat menjadi 3,75 persen, ini merupakan keuntungan yang terlalu kecil bila dikaitkan dengan penghasilan total Freeport,” katanya yang kini aktif di perhimpunan Pembela Tanah Air (PETA).
Apa yang didapatkan Indonesia dari Freeport jelasnya, makin tak sebanding bila dikaitkan dengan kerusakan lingkungan.Setiap harinya PT Freeport Indonesia, membuang ratusan ribu ton limbah ke sungai Aghawagon dan Sungai Ajkwa di Papua, juga merusak dua lembah sepanjang 4 mil hingga kedalaman 300 meter.
Acara yang digelar menghadirkan sejumlah pakar, yakni Dalail Ahmad, MA yang meninjau dari sudut pandang hukum Islam, Dr Muhammd Arifin, SH, MHum, mengkaji dari sisi hukum kontrak karya dalam pengelolaan sumber daya alam serta Dr Abdul Hakim Siagian yang menyampaikan analisis pidana dalam kasus perizinan (studi pendekatan PT Freeport Indonesia CO). Dalam acara itu juga hadir wakil dari Badan Perijinan Bidang Pertambangan Provinsi Sumut.
Acara dibuka Rektor Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Dr Agussani, MAP. Dia mengapresiasi kegiatan yang dilakukan Pusat Kajian dan Studi Konstitusi (PKSK) UMSU karena merupakan bagian dari jihad konstutusi yang dideklarasikan PP Muhammadiyah.***