Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) menjalin nota kesepahaman dengan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan perpustakaan dan mendorong tumbuhnya budaya baca di lingkungan universitas.
Penandatanganan naskah MoU dilakukan Rektor UMSU, Dr Agussani, MAP dengan kepala Perpusnas RI, Drs Syarif Bando, MM bersama dengan kegiatan Workshop Kepustakawanan, Seminar Nasional, Penandatangan MoU, dan Rapat Kerja Nasional Forum Kerjasama Perpustakaan Perguruan Tinggi Negeri (FKP2TN) di Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kamis (22/3). UMSU menjadi salah satu perguruan tinggi dari 41 PTN dan 8 Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) yang melakukan MoU sebagai rangkaian kegiatan workshop.
Menurut Rektor UMSU, penandatanganan nota kesepahaman antara UMSU dengan Perpusnas RI merupakan bagian program yang tidak terpisahkan dalam rangka peningkatan kualitas mahasiswa dan dosen serta layanan perpustakaan di perguruan tinggi. UMSU sebagai lembaga pendidikan tinggi swasta terbesar di Sumatera Utara tentunya sangat bersyukur dengan MoU ini dan akan menindaklanjuti dengan berbagai program yang bisa sinergikan dengan Perpusnas RI. “Tentunya, semua layanan dan fasilitas di perpustakaan berlahan akan terus dibenahi dan berupaya memfasilitasi seluruh civitas akademika untuk mendapatkan bahan bacaan yang memadai sekaligus menumbuhkan budaya baca khususnya di kalangan mahasiswa dan dosen,”katanya.
Dijelaskan Rektor, MoU antara UMSU dengan Perpusnas RI menjadi program yang tidak terpisahkan dalam peningkatan kualitas pendidikan. Melalui MoU ini diharapkan akan lahir program-program penguatan dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan melalui tumbuhnya budaya baca di lingkungan kampus.
Menurut Rektor, saat ini keberadaan perpustakaan memainkan peran penting di tengah tantangan yang semakin berat dengan munculnya beragam konten menarik yang lahir seiring berkembangnya media sosial. Untuk itu, perpustakaan harus mampu mengimbangi daya tarik konten di media sosial dengan peningkatan kualitas dan kuantitas layanan perpustakaan.
Sementara Kepala Perpusnas RI, Syarif Bando mengatakan, perpustakaan saat ini menjadi perhatian serius pemerintah, bahkan perpustakaan harus terus bergerak untuk menjembatani ilmu pengetahuan. Terkait MoU, dirinya meminta harus ada tindaklanjut yang nantinya bisa dilakukan. “Dalam forum ini, setelah MoU nantinya kita akan bersama-sama memainkan peran, tidak bisa lagi pustkawan menunggu, pustakawan harus bangkit dan berdiri seiring sejajar dengan para guru besar, para dosen yang mengajar di kelas untuk memberikan kontribusi kualitas mahasiswa yang akan dihasilkan,” katanya.
Dia menambahkan, saat ini bangsa Indonesia masih ‘lapar buku’. Artinya, satu buku ditunggu sebanyak 15 orang, maka perlu ditegaskan, tidak ada yang bisa mewakili negara ini menghasilkan buku kecuali perguruan tinggi. “Saya selalu mengatakan semua apa yang dihidangkan di meja, mau ikan, sayur, mau buah-buahan merupakan hasil petani. Sekarang saat diminta apa yang beda dan berkualitas terkait hasil pertanian, mereka langsung menunjuk perguruan tinggi. Kita tidak bisa hanya mengandalkan kekayaan sumber daya alam karena akan habis,” ucapnya.
Indonesia dengan kekayaan SDA yang begitu besar dengan beragam tumbuhan seharusnya bisa menjadi negara terbesar pengekspor tanaman obat, tetapi apa yang terjadi. Kondisi ini merupakan tantangan di perguruan tinggi. Hal ini tidak bisa dijawab di kabupaten atau provinsi tetapi harus bisa dijawab di perguruan tinggi. Karena itu, para pustakawan harus bangkit untuk bisa seiring dan sejajar dengan pendidik, para profesor, dan para doktor. Di negara maju, pustakawan mendapat tempat terhormat, bangsa yang maju menghargai jasa para pustakawan.
Dirinya meminta agar budaya baca ditingkatkan di diri masing-masing, di masayrakat dan segala lini. Indonesia tidak lagi bisa kekurangan buku, para guru besar tidak perlu ditulis-tulis di koran karena akan dicabut tunjangannya. Maka, kita harus mulai dari perpustakaan.